BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam persaingan untuk mendapatkan
konsumen, tentunya sebuah produk minuman harus mempunyai daya tarik tersendiri.
Daya tarik tersebut ada yang memang asli, namun ada juga yang sengaja diberi
tambahan agar terlihat lebih menarik.Salah satunya dengan penambahan zat
pewarna. Penambahan zat pewarna bertujuan untuk memperbaiki kenampakan minuman,
memperoleh warna yang seragam dan menarik selera konsumen. Pewarna telah lama
digunakan pada bahan makanan dan minuman untuk memperbaiki tampilan produk
pangan. Pada mulanya zat warna yang digunakanan adalah zat warna alami dari
tumbuhan dan hewan. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi saat
ini, penggunaan zat warna alami semakin
berkurang dalam industri pangan yang digantikan lebih banyak oleh zat warna sintetik.
Hal ini disebabkan bahan-bahan pewarna sintetik lebih murah dan memberikan
warna yang lebih stabil dibandingkan pewarna alami. Penggunaan pewarna sintetik
untuk bahan pangan sebenarnya bukanlah hal yang dilarang. Namun demikian,
ketika harga pewarna sintetik dianggap cukup mahal bagi produsen kecil, maka
produsen beralih ke pewarna tekstil yang lebih murah dan lebih cerah warnanya
(Hidayat dan Saati, 2006).
Bahan pewarna pada dasarnya ada dua
jenis yaitu pewarna alami dan sintetis, zat pewarna alami contohnya Anato dan
Klorofil. Sedangkan zat pewarna sintetis yang diizinkan penggunaannya contohnya
Brilliant Blue dan Eritrosin. Dan zat pewarna yang dilarang penggunaanya
contohnya Rhodamin B dan Metanil Yellow. Bahan pewarna sintetis mmpunyai banyak
kelebihan yaitu beraneka ragam warna, keseragaman warna dan penyimpanannya
lebih mudah dan tahan lama (Sudarsono, 1982).
Zat pewarna sintesis merupakan zat pewarna buatan manusia.
Zat pewarna sintetis seharusnya telah melalui suatu pengujian secara intensif
untuk menjamin keamanannya. Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah
warnanya lebih cerah, lebih homogen dan memilliki variasi warna yang lebih
banyak bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Di samping itu penggunaan
zat pewarna sintetis pada makanan bila dihitung berdasarkan harga per unit dan
efisiensi produksi akan jauh lebih murah bila dibandingkan dengan zat pewarna
alami. Para konsumen pun hendaknya selalu mendapatkan informasi tentang
komponen-komponen yang terkandung dalam zat pewarna sintetis tersebut (Lee
2005).
Berdasarkan
latar belakang diatas maka dilakukan praktikum analisa zat pewarna sintetis
pada minuman ringan yang beredar dipasaran, yang dilakukan di ruang
laboratorium Pengawasan Mutu Pangan pada tanggal 06 Desember 2013.
1.2
Tujuan
a.
Agar
mahasiswa mengetahui cara mengidentifikasi zat pewarna sintetis pada minuman ringan
yang dijual dipasaran.
a) Agar mahasiswa mengetahui zat pewarna sintetis yang
ditambahkan dalam minuman ringan yang dijual dipasaran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Minuman Ringan
Minuman ringan termasuk dalam
kategori pangan. Adapun pengertian panagn menurut Peraturan Pemerintah RI nomor
28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan
air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,
bahan baku tambahan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan
pengolahan dan pembuatan makanan dan minuman.
Minuman ringan adalah minuman yang
tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair
yang mengandung bahan makanan baik alami maupun sintetis yang dikemas dalam
kemasan yang siap untuk dikonsumsi. Minuman ringan diperoleh tanpa melalui
proses fermentasi dengan atau tanpa pengenceran sebelum diminum tetapi tidak
termasuk air, sari buah,susu,teh,kopi,cokelat dan minuman beralkohol.
Minuman ringan terdiri dari dua
jenis yaitu : minuman ringan dengan karbonasi dan minuman ringan tanpa
karbonasi. Minuman ringan dengan karbonasi adalah minuman yang dibuat dengan
mengabsorpsi karbondioksida ke dalam air minum, sedangkan minuman ringan tanpa
karbonasi adalah minuman selain minuman ringan dengan karbonasi. Fungsi minuman
ringan yaitu sebagai minuman untuk melepas dahaga sedangkan dari segi harga,
ternyata minuman ringan berkarbonasi relatif lebih mahal dibandingkan minuman
non karbonasi. Hal ini disebabkan karena teknologi yang digunakan dalam proses
kemasan lebih khas.
Industri minuman awalnya
menghasilkan produk minuman penghilang rasa haus kemudian berkembang dan muncul
berbagai konsep dan inovasi baru tentang minuman. Konsep awal minuman
dimodifikasi bukan hanya sebagai penghilang rasa haus namun juga menawarkan
fitur lainnya seperti penambah rasa dan warna, penambah kandungan minuman
seperti vitamin, mineral dan sebagainya.
Minuman ringan memiliki komposisi
dasar yaitu air sebanyak 90% dan selebihnya merupakan bahan tambahan seperti
zat pewarna, zat pemanis, gas CO2 dan zat pengawet. Adapun rincian
minuman ringan berkarbonasi secara umum dpaat diuraikan sebgai berikut:
a)
Air berkarbonasi merupakan kandungan
terbesar didalam carbonated soft drink. Air yang digunakan harus
mempunyai kualitas tinggi yaitu jernih, tidak berbau, tidak berwarna, bebas
dari organisme yang hidup didalam air, alkalinitasnya kurang dari 50 ppm, total
padatan terlarut kurnag dari 500 ppm dan kandungan logam besi dan mangan kurang
dari 0,1 ppm. Sederet prose dilakuka untuk mendapatkan kualitas air yang
diinginkan, anatara lain klorinasi, penambahan kapur, koagulasi, sedimentasi,
filtrasi pasir, penyaringan dengan karbonaktif dan demineralisasi dengan ion
exchanger. Karbondioksida yang digunakan juga harus murni dan tidak berbau.
Air berkarbonasi harus dibuat denngan cara melewatkan es kering (dry ice)
ke dalam air es.
b)
Bahan pemanis yang digunakan dalam
minuman ringan terbagi menjadi dua kategori yaitu:
1. Bahan
pemanis natural (nutritive) yang terdiri dari gula pasir, gula cair,
gula invert cair, sirup jagung dengna kadar fruktosa tinggi dan dekstrosa.
2. Bahan
pemanis sintetik (non nutritive) satu-satuna bahan pemanis sintetik yang
direkomendasikan oleh FDA (Food And Drugs Administration Standard, Amerika
Serikat) adalah sakarin.
c)
Zat asam (acidulants)
biasanya dalam minuman ringan berkarbonasi dengan tujuan untuk memberikan rasa
asam, memodifikasi manisnya gula dalam sirup atau minuman. Zat asam yang
digunakan adalah asam sitrat, asam fosfat, asam malat, asam tartarat, asam
fumarat dll.
d)
Pemberi aroma disiapkan oleh
industri yang berkaitan dengan industri minuman dengan formula khusus,
kadang-kadang telah ditambahn dengan asam dan pewarna dalam bentuk :
1. Ekstrak
alkoholik (menyaring bahan kering dengan larutan alkoholik) misalnya jahe,
anggur, lemon lime dll.
2. Larutan
alkoholik (melarutkan bahan dengan larutan air-alkohol) mislalnya strawberry,
cherry, cream soda.
3. Emusi
(mencampur essential oil dengan bahan pengemulsi) misalnya vegetable rum,
citrus flavor, rootbeer dan cola.Fruit juice, misalnya orange, grapefruit,
lemon, lime dan grape.
4. Kafein,
sebagai pemberi rasa pahit (bukan sebagai stimulant).Ekstrak biji kola.Sintetik
flavor misalnya ethyl acetate, yang memberikan aroma grape.
e)
Zat pewarna untuk meningkatkan daya
tarik minuman terdiri dari :
1. zat
pewarna natural, mislnya dari strawberry,cherry, grape.
2. Zat
pewarna semi sintetik misalnya caramel color.
3. Zat
pewarnas sintetik, hanya 5 zat pewarna dari 8 jenis pewarna yang diperkenankan
oleh FDA digunakan sebagai pewarna dalam minuman ringan.
f)
Zat pengawet, misalnya asam sitrat
untuk mencegah feermentasi dan sodium benzoat.
2.2
Pengertian Zat
Pewarna Makanan
Zat pewarna makanan adalah zat warna yang dicampurkan kedalam makanan. Menurut Permenkes RI No.722/Menkes/Per/ix/1988, zat pewarna makanan
adlah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada
makanan.
Menurut Winarno (1997), yang
dimaksud dengan zat pewarna makanan adalah bahan tambaha makanan yang
dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Penambahan warna
pada makanan yang dimaksudkan untuk memperbaiki warna makanan yang berubah
menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan
yang bewarnaagar kelihatan lebih menarik.
Kualitas bahan makanan ditentukan
antara lain oleh cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizi. Akan tetapi sebagian
besar konsumen sebelum mempertimbangkan cita rasa dan nilai gizi akan lebih
tertarik pada tampilan atau warna makanan serta pengolahan bahn makanan
(Suprianto, 2006).
Ada
hal-hal yang mungkin memberikan dampak negatif dalam penggunaan bahan pewarna
sintetis apabila :
a.
Bahan pewarna sintetis ini dimakan
dalam jumlah kecil namun berulang.
b.
Bahan pewarna sintetis dimakan dalam
jangka waktu yang lama.
c.
Kelompok masyarakat yang luas dengan
daya tahan yang berbeda-beda yaitu tergantung pada umur, jenis kelamin, berat
badan, mutu makanan sehari-hari dan keadaan fisik.
d.
Beberapa masyarakat menggunakan
bahan pewarna sintetis secara berlebihan.
e.
Penyimpanan bahan pewarna sintetis
oleh pedagang bahan kimia yang tidak memenuhi persyaratan.
2.3
Jenis Zat Pewarna Makanan
Bahan pewarna makanan terbagi dalam dua kelompok besar yakni
pewarna alami dan pewarna buatan. Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan
zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri
Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan. Akan
tetapi seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang
bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk
mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena
adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan
tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat
pewarna untuk pangan, dan disamping itu harga zat pewarna untuk industry jauh
lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan.
a.
Pewarna Alami
Jenis-Jenis Pewarna Makanan Bahan
tambahan pangan (BTP) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai
makanan dan biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, mempunyai
atau tidak mempunyai nilai gizi, yang
dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk
organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan,
pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau
diharapkan menghasilkansuatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan
tersebut (Anonim, 1995).
Pewarna makanan merupakan salah
satu jenis BTP yang dapat memperbaiki penampakan makanan. Penambahan BTP
mempunyai beberapa tujuan, di antaranya adalah memberi kesan menarik bagi
konsumen, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna
akibat proses pengolahan dan penyimpanan (Cahanardan Suhanda, 2006).
Pewarna dibedakan menjadi dua,
yaitu pewarna alami dan sintetik. Bahan
pewarna alami adalah bahan pewarna dari sumber nabati, hewani, atau mineral. Pewarna ini lebih aman diguna
kan untuk mewarnai bahan pangan
(Nurjanah, 1992).
Adapun jenis-jenis senyawa zat
warna alam yang terkandung dalam tumbuhan
antara lain klorofil (hijau) pada
daun; 7 karoten (kuning
oranye) pada umbi dan daun; likopene (merah) pada bunga dan buah; flavon (kuning) pada bunga,
akar dan kayu; dan antosianin (kuning kemerahan, merah lembayung) pada buah dan bunga (Tranggono,
1990).
Menurut Nurjanah (1992), bila dibandingkan dengan pewarna sintetis, bahan pewarna alami mem punyai
kelemahan- kelemahan yaitu:
·
Memberikan
aroma dan rasa khas yang tidak diinginkan
·
Konsentrasi
pigmen rendah
·
Stabilitas
pigmen rendah
·
Keseragaman
warna yang kurang baik
·
Spektrum
warna tidak seluas seperti pada pewarna sintetis
b.
Pewarna Buatan
Pewarna buatan untuk makanan
diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan
kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara
kimiawi. Beberapa contoh pewarna buatan yaitu :
·
Warna
kuning : tartrazin, sunset yellow
·
Warna
merah : allura, eritrosin, amaranth.
·
Warna
biru : biru berlian
Pewarna tambahan
alami ataupun sintetis telah digunakan secara luas pada makanan, kosmetik dan
obat-obatan (Hallagan et all, 1995). Menurut EFSA (2005), banyak negara Uni
Eropa memberikan notifikasi tentang keberadaan pewarna-pewarna illegal yang
diketahui memiliki sifat karsinogenik dan genotoksik seperti Sudan I, Sudan II,
Sudan III, Sudan IV, Para Red, Rhodamin B, and Orange II pada beberapa bahan
makanan.
Tabel
: Pembagian pewarna sintetis berdasarkan kemudahannya larut dalam air.
No
|
Pewarna Sintetis
|
Warna
|
Mudah larut di
air
|
1
|
Rhodamin B
|
Merah
|
Tidak
|
2
|
Methanil Yellow
|
Kuning
|
Tidak
|
3
|
Malachite Green
|
Hijau
|
Tidak
|
4
|
Sunset Yelow
|
Kuning
|
Ya
|
5
|
Tatrazine
|
Kuning
|
Ya
|
6
|
Brilliant Blue
|
Biru
|
Ya
|
7
|
Carmoisine
|
Merah
|
Ya
|
8
|
Erythrosine
|
Merah
|
Ya
|
9
|
Fast Red E
|
Merah
|
Ya
|
10
|
Amaranth
|
Merah
|
Ya
|
11
|
Indigo Carmine
|
Biru
|
Ya
|
12
|
Ponceau 4R
|
Merah
|
Ya
|
Berikut
ini beberapa alasan utama menambahkan zat pewarna pada makanan menurut Syah et
al. 2005 :
a. Untuk
memberi kesan menarik bagi konsumen.
b. Menyeragamkan
warna makanan dan membuat identitas produk pangan.
c. Untuk
menstabilkan warna atau untuk memperbaiki variasi alami warna. Dalam hal ini
penambahan warna bertujuan untuk untuk menutupi kualitas yang rendah dari suatu
produk sebenarnya tidak dapat diterima apalagi bila menggunakan zat pewarna
yang berbahaya.
d. Untuk
menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara atau temperatur yang
ekstrim akibat proses pengolahan dan selama penyimpanan.
e. Untuk
menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar matahari selama
produk disimpan.
2.4
Macam - Macam Pewarna Makanan Yang Berbahaya
a.
Tartrazine (E102 atau Yellow 5)
Tartrazine adalah pewarna kuning
yang banyak digunakan dalam makanan dan obat-obatan. Selain berpotensi
meningkatkan hiperaktivitas anak, pada sekitar 1- 10 dari sepuluh ribu orang ,
tartrazine menimbulkan efek samping langsung seperti urtikaria (ruam kulit),
rinitis (hidung meler), asma, purpura (kulit lebam) dan anafilaksis sistemik
(shock). Intoleransi ini tampaknya lebih umum pada penderita asma atau orang
yang sensitif terhadap aspirin.
b.
Sunset Yellow (E110, Orange Yellow S atau Yellow 6)
Sunset Yellow adalah pewarna yang
dapat ditemukan dalam makanan seperti jus jeruk, es krim, ikan kalengan, keju,
jeli, minuman soda dan banyak obat-obatan. Untuk sekelompok kecil individu,
konsumsi pewarna aditif ini dapat menimbulkan urtikaria, rinitis, alergi,
hiperaktivitas, sakit perut, mual, dan muntah.
Dalam beberapa penelitian ilmiah,
zat ini telah dihubungkan dengan peningkatan kejadian tumor pada hewan dan
kerusakan kromosom, namun kadar konsumsi zat ini dalam studi tersebut jauh
lebih tinggi dari yang dikonsumsi manusia. Kajian Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) tidak menemukan bukti insiden tumor meningkat baik dalam jangka pendek
dan jangka panjang karena konsumsi Sunset Yellow.
c.
Ponceau 4R (E124 atau SX Purple)
Ponceau 4R adalah pewarna merah
hati yang digunakan dalam berbagai produk, termasuk selai, kue, agar-agar dan
minuman ringan. Selain berpotensi memicu hiperaktivitas pada anak, Ponceau 4R
dianggap karsinogenik (penyebab kanker) di beberapa negara, termasuk Amerika
Serikat, Norwegia, dan Finlandia. US Food and Drug Administration (FDA) sejak
tahun 2000 telah menyita permen dan makanan buatan Cina yang mengandung Ponceau
4R. Pewarna aditif ini juga dapat meningkatkan serapan aluminium sehingga
melebihi batas toleransi.
d.
Allura Red (E129)
Allura Red adalah pewarna sinetis
merah jingga yang banyak digunakan pada permen dan minuman. Allura Red sudah
dilarang di banyak negara lain, termasuk Belgia, Perancis, Jerman, Swedia,
Austria dan Norwegia.
Sebuah studi menunjukkan bahwa
reaksi hipersensitivitas terjadi pada 15% orang yang mengkonsumsi Allura Red.
Dalam studi itu, 52 peserta yang telah menderita gatal-gatal atau ruam kulit
selama empat minggu atau lebih diikutkan dalam program diet yang sama sekali
tidak mengandung Allura Red dan makanan lain yang diketahui dapat menyebabkan
ruam atau gatal-gatal. Setelah tiga minggu tidak ada gejala, para peserta
kembali diberi makanan yang mengandung Allura Red dan dimonitor. Dari pengujian
itu, 15% kembali menunjukkan gejala ruam atau gatal-gatal.
e.
Quinoline Yellow (E104)
Pewarna makanan kuning ini
digunakan dalam produk seperti es krim dan minuman energi. Zat ini sudah
dilarang di banyak negara termasuk Australia, Amerika, Jepang dan Norwegia
karena dianggap meningkatkan risiko hiperaktivitas dan serangan asma.
f.
Karmoisin
Karmoisin atau dikenal juga dengan
azorubine merupakan pewarna azo dengan rumus kimia C 20H12N2Na2O7S2. Senyawa ini memiliki berat molekul 502.44
g/mol dengan nama kimia disodium 4-hydroxy-3-(4-sulphonato-1-naphthylazo)
naphthalene-1-sulphonate (EFSA 2009).
Karmoisin bersifat larut air dan
sedikit larut pada etanol. Senyawa ini biasanya berbentuk bubuk garam disodium
dengan warna merah hingga maroon. Karmoisin umum digunakan pada makanan yang
mengalami proses pemanasan setelah difermentasi. (Amin et al. 2010).
Beberapa penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan efek negatif dari karmoisin. Studi yang dilakukan
menyimpulkan bahwa pewarna makanan seperti tartrazin dan karmoisin dapat
memberikan pengaruh negatif dan mengubah beberapa penanda biokimia pada
organ-organ penting seperti hati dan ginjal, baik pada dosis tinggi ataupun
rendah. Lebih jauh lagi, tartrazin dan karmoisin juga memberikan efek yang
lebih beresiko pada dosis yang lebih tinggi karena dapat menginduksi stress
oksidatif melalui pembentukan radikal bebas. (Amin et al. 2010).
g.
Rhodamin B
Rhodamin B (C28H31ClN2O3) adalah
zat warna sintetis berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau atau ungu
kemerahan, tidak berbau dan berwarna merah terang berfluorensi dalam
larutan. Rhodamin B memiliki nama kimia
[9-(2-carboxyphenyl)-6-diethylamino-3-xanthenylidene]-diethylammonium chloride
dengan berat molekul 479.02 g/mol. Rhodamin B semula digunakan untuk kegiatan
histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai keperluan seperti sebagai
pewarna kertas dan tekstil. Rhodamin B
juga digunakan secara luas pada aplikasi bioteknologi seperti fluorescence
microscopy, flow cytometry, fluorescence correlation spectroscopy dan ELISA.
Menurut Inchem (2006) nilai LD50 rhodamin B adalah 89.5 mg/kg berat badan.
Rhodamin B seringkali
disalahgunakan untuk pewarna pangan dan kosmetik. Sebagai contoh, rhodamin B
ditemukan pada makanan dan minuman seperti kerupuk, sambal botol dan sirup di
Makassar pada saat BPOM Makassar melakukan pemeriksaan sejumlah sampel makanan
dan minu man ringan (Anonimus 2006). Menurut Peraturan Menteri Perdagangan RI
No.4 tahun 2006, rhodamin B termasuk dalam bahan pewarna sintetis yang dilarang
penggunaannya.
BAB III
METODOLOGI
PRAKTIKUM
3.1 Alat
|
|
3.2
Bahan
|
|
3.3
Sifat Kimia dan Fisika
a. HCL
Sifat fisika
|
Sifat kimia
|
Massa
molar 36,46 g/mol
(HCl)
Penampilan Cairan tak berwarna sampai dengan kuning
pucat
Densitas 1,18 g/cm3 (variable)
Titik
lebur −27,32 °C
(247 K) larutan 38%
Titik didih 110 °C (383 K), larutan 20,2%;
|
48 °C (321 K), larutan 38%.
Keasaman (pKa) −8,0
Viskositas 1,9 mPa·s pada 25 °C, larutan 31,5
|
b.
NaOH
Sifat fisika
|
Sifat kimia
|
Rumus molekul :
NaOH
Densitas dan fase : 2.100 g cm−3, cairan Titik lebur : 318 °C Titik didih : 1390 °C Penampilan : Cairan higroskopis tak berwarna. |
NaOH sangat mudah menyerap
gas CO2
Senyawa ini sangat mudah
larut dalam air
Merupakan larutan basa kuat Sangat korosif terhadap jaringan Organik Tidak berbau |
c. H2SO4
Sifat fisika
|
Sifat kimia
|
Rumus kimia : H2SO4
Bentuk : Cair pekat (30oC,1 atm)
Warna : Tidak berwarna
Berat molekul : 98,078 g/mol
Titik leleh : 10,31 oC
Titik didih (1 atm) : 336,85 oC
Densitas (20 oC) : 1,833 g/ml
Viskositas (25 oC) : 23,541 cp
Suhu kritis : 651,85 oC
Tekanan kritis : 64 Bar
Panas pembentukan (25 oC) : -460,2 kJ/mol
Panas pencampuran (25 oC) : 10,711 kJ/mol
Energi bebas pembentukan (25 oC) : 359,9 kJ/mol
(Kirk Othmer, 1996)
|
Asam sulfat bereaksi dengan asam nitrat untuk
membentuk ion nitrit atau nitronium (NO2+) yang sangat penting dalam suatu
reaksi nitrasi. Dalam reaksi nitrasi, sifat asam sulfat ini .
|
3.4
Cara Kerja
a.
Asamkan 30-50 ml
sampel minuman ringan dengan larutan HCL 0,05 N.
b.
Sediakan 40 cm
benang wol, didihkan dalam air selama 30 menit. Benang kemudian diangkat dan
dikeringkan.
c.
Masukan benang
dalam sampel minuman yang sudah diasamkan. Didihkan selama 30 menit keluarkan
benang cucu dan keringkan.
d.
Bagi benang menjadi
4 bagian, letakan diatas lempengan tetes (kaca preparat). Masing-masing
potongan ditetesi dengan : NaOH 10 %, HCl pekat, NH4OH 12 %, dan H2SO4
pekat.
e.
Amati perubahan
warna dan bandingkan dengan tabel rujukan.
Pewarna
|
HCL pekat
|
H2SO4 pekat
|
NaOH 10%
|
NH4OH 12 %
|
Rhodamin B
|
Orange
|
Kuning
|
Lebih biru
|
Lebih kebiruan
|
Amaranth
|
Lebih gelap
|
Ungu kecoklatan
|
Coklat keruh kemerahan
|
Sedikit berubah
|
Eritrosine
|
Orange-kuning
|
Orange-kuning
|
Tidak berubah
|
Tidak berubah
|
Tartrazine
|
Lebih gelap
|
Lebih gelap
|
Sedikit berubah
|
Sedikit berubah
|
Fast green FCF
|
Orange
|
Hijau-coklat
|
Biru
|
Biru
|
Aniline yellow
|
Violet-merah
|
Orange-kuning
|
Sedikit berubah
|
Tidak berubah
|
Orange G
|
Sedikit berubah
|
Orange
|
Coklat kusam-merah
|
Tidak berubah
|
Acid violet 6B
|
Kuning kecoklatan
|
Kuning kecoklatan gelap
|
Kuning
|
Lebih kebiruan
|
Azoflavine
|
Merah violet
|
Merah violet
|
Coklat kusam
|
Sedikit berubah
|
Acid yellow
|
Merah
|
Orange
|
Sedikit berubah
|
Sedikit berubah
|
Methyl violet
|
Kekuningan
|
Kekuningan
|
Decolorized
|
Almost decolorized
|
Tumeric
|
merah
|
Soklat kemerahan
|
Orange
|
orange
|
3.5 Diagram Alir
·
Asamkan
50 ml sampel dengan larutan HCl 0,05 N 1-2 tetes.
·
Sediakan
40 cm benang wol
·
Didihkan
selama 30 menit
·
Angkat
dan keringkan
·
Masukan
benang wol dalam sampel minuman yang sudah diasamkan
·
Didihkan
selama 30 menit
·
Angkat,
cuci dan keringkani benang menjadi 4 bagian
·
Letakan
diatas kaca preparat
·
Teteskan
masing-masing potongan benang dengan reagen
·
Amati
perubahan warna
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel Perlakuan
No
|
Perlakuan
|
Hasil
|
1
|
Pengambilan
sampel minuman ringan sebanyak 50 ml yang dimasukan kedalam gelas beker
kemudian diteteskan1-2 tetes larutan asam HCL 0,05 N sampai pH sampel
berkisar antara 4-5
|
Sebelum
diteteskan HCL 0,05 N pH sampel 3, setelah diteteskan 1-2 tetes larutan HCl
0,05 N pH sampel tetap 3.
|
2
|
Pemotongan benang wol sepanjang 40 cm dan dididihkan selama 30 menit pada
air akuades, kemudian diangkat dan dikeringkan.
|
Benang kering dan
tetap berwarna putih.
|
3
|
Messukan benang
wol kedalam sampel minuman ringan yang sudah diasamkan, kemudian didihkan
selama 30 menit, angkat, cuci, dan keringkan.
|
Benag wol
berwarna pink kemerahan.
|
4
|
Pembagian benang
menjadi 4 bagian dan diletakan diatas
kaca preparat, kemudian masing-masing potongan ditetesi dengan NaOH 10%, HCL
pekat, NH4OH12%, H2SO4 pekat.
|
Sampel yang
ditetesi NaOH 10% berwarna tetap/ tidak berubah.
Sampel yang
ditetesi HCL pekat berwarna merah violet.
Sampel yang
ditetesi NH4OH 12% berwarna tetap/ tidak berubah.
Sampel yang
ditetesi H2SO4 pekat berwarna ungu kecoklatan.
|
4.2
Pembahasan
Pada praktikum ini kami ditugaskan
untuk mengidentifikasi pewarna sintetis pada minuman ringan yang dijual bebas
dipasaran menggunakan analisa subyektif, namun sampel yang dicari adalah
minuman yang merknya kurang terkenal. Minuman yang kami identifikasi adalah
“Iva Drink Segar” rasa strawberry. Pewarna yang diidentifikasi yaitu Rhodamin
B, Amaranth, Eritrosine, Tartrazine, Fast green FCF, Aniline yellow, Orange G,
Acid violet 6B, Azovlavine, Acid yellow, Methyl violet, dan Tumeric. Bahan yang
diperlukan untuk mengidentifikasi adalah
aquadest, HCl 0,05N, HCl pekat, NaOH 10%, H2SO4 pekat, NH4OH
12 serta alat yang digunakan adalah benang wol putih karena benang wol sangat
mudah menyerap kandungan zat pewarna saat pendidihan, gelas beker, gelas ukur,
corong, cawan petri, pipet tetes, tissue, hotplate, lempeng tetes/kaca preparat
dan kertas pH.
Penentuan mutu dan bahan makanan
pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa,
warna, tekstur, dan nilai gizinya; diamping itu ada faktor lain, misalnya sifat
mikrobiologis. Tetapi sebelum ada faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara
visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan.
Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan
dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau member kesan
menyimpang dari warna yang seharusnnya. Selain sebagai faktor yang ikut
menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau
kematangan.
Sirup dengan warna yang mencolok
dan indah, dikhawatirkan menggunakan zat pewarna tekstil dan pewarna kulit.
Bila itu terjadi, sangat membahayakan kesehatan pemakainya, karena zat pewarna
tekstil mengandung residu logam berat yang dapat merusak organ hati dan ginjal.
Oleh sebab itu, sedapat mungkin hindari mengkonsumsi bahan makanan yang
mengandung zat warna sintetik. Untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan
akibat penggunaan zat warna alami misalnya daun suji (pewarna hijau) atau zat
sintetik yang dibeli di apotek/di toko tertentu yang telah disahkan oleh
Depkes. RI. Untuk
mengetahui kandungan pewarna makanan baik atau tidak dapat dilakukan
pemeriksaan dengan metode Colorimetri dengan menggunakan Indikator kertas
Lakmus.
Dari hasil
praktikum yang kami lakukan zat pewarna yang terbaca dengan membandingkan
benang wol yang telah direndam dan dididhkan pada sampel minuman ringan yang
kemudian benang wol tersebut dipotong manjadi 4 bagian lalu ditetesi dengan
reagen HCl pekat, NaOH 10 %, H2SO4 pekat, NH4OH
12 %, dengan tabel rujukan yang tersedia diketahui bahwa benang
wol yang ditetesi dengan H2SO4
pekat warna benang yang awalnya berwarna merah muda / pink menjadi berwarna
ungu kecoklatan yang artinya terdapat zat pewarna Amaranth, benang wol yang ditetesi
dengan NaOH 10%, HCl pekat dan NH4OH 12 % warna benang yang awalnya
berwarna merah muda / pink hanya sedikit berubah warnanya sehingga sulit untuk diidentifikasi
apakah minuman ringan tersebut ada terdapat zat pewarna selain yang telah
terbaca diatas. Sehingga perlu dilakukan analisis zat pewarna sintetis dengan
menggunakan analisa objektif menggunakan alat “Kromatografi”.
Pada praktikum kali
ini kami menggunakan metode colorimetri ini yang sifatnya subyektif. Akan
tetapi pada analisis pewarna pada minuman ringan yang kami lakukan tidak dapat
terbaca secara jelas karena konsentrasi zat pewarna yang digunakan pada sampel
minuman ringan yang kami gunakan terlalu rendah. Jika ingin mengetahui/
mengidentifikasi zat pewarna pada minuman dengan konsentrasi rendah maka dapat
menggunakan metode dengan menggunakan alat yaitu “Kromatografi”.
4.3 Hasil Praktikum
Alat
dan bahan yang digunakan
|
Reagen yang digunakan untuk
mengidentifikasi pewarna sintetis
|
Pengambilan
sampel sebanyak 50 ml
|
Pengasaman
sampel minuman ringan dengan menggunakan larutan HCl 0,05N
|
Pengukuran
pH sampel
|
Perebusan
benang wol selama 30 menit. Angkat lalu keringkan
|
Benang
wol direbus dalam sampel minuman ringan selama 30 menit. Angkat, cuci lalu
keringkan
|
Warna benang wol yang telah direbus dengan sampel dan
dicuci
|
Penetesan
benang wol dengan reagen HCl pekat, NaOH 10%, H2SO4
pekat dan NH4OH 12%
|
Hasil setelah ditetesi reagen
|
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum tentang
mengidentifikasi pewarna sintetis pada minuman ringan ini kami dapat memahami
prosedur dan cara kerja atau langkah-langkah dalam melakukan uji colorimetri
(subjektif), dengan persiapan alat yaitu gelas beker, gelas ukur, corong, cawan
petri, pipet tetes, hotplate, lempeng tetes/kaca preparat, benang wol, kertas
pH dan tissue serta bahan yaitu sampel minuman yang hendak diteliti, aquadest,
HCl 0,05N, HCl pekat, NaOH 10%, H2SO4 pekat dan NH4OH
12%. Prosedur kerja dari uji colorimetri ini yaitu dimulai dengan mengambil
sekitar 50 ml sampel, lalu diasamkan menggunakan larutan HCl 0,05N kemudian ukur
pHnya hingga mencapai pH 3-4. Memotong sepanjang 40 cm benang wol yang kemudian
direbus selama 30 menit lalu diangkat dan dikeringkan, setelah itu barulah
benang wol direbus bersama dengan sampel minuman yang sudah diasamkan selama 30
menit. Setelah 30 menit benang wol direbus bersama dengan sampel minuman yang
telah diasamkan, benang wol diangkat lalu dikeringkan. Kemudian potong benang
tersebut menjadi empat bagian lalu letakkan diatas lempeng tetes atau kaca
preparat, setelah itu tetesi tiap-tiap benang wol dengan reagen uji. Amati
perubahan warna yang terjadi lalu bandingkan dengan tabel rujukan yang telah
ada. Namun karena uji yang dilakukan adalah uji yang bersifat subjektif maka
pewarna pada minuman sulit untuk diidentifikasi secara spesifik (hanya dapat
memperkirakan) zat pewarna yang ditambahkan pada minuman tersebut. Jika hendak
mengetahui zat pewarna secara spesifik maka kita harus melakukan uji
kromatografi, namun karena keterbatasan alat sehingga kita tidak dapat melakukan
uji kromatografi tersebut.
5.2 Saran
1. Dalam praktikum diharapkan lebih
berhati-hati agar tidak terjadi kecelakaan karena bahan (reagen) yang digunakan
merupakan bahan kimia dan juga agar tidak terjadi galat saat melakukan prosedur
uji.
Daftar
Pustaka
Hidayat,
N., dan E. A. Saati, 2006, Membuat Pewarna Alami, Cetakan Pertama, Penerbit
Trubus Agrisarana, Surabaya.
Lee TA, Sci BH, Counsel. 2005. The
food from hell: food colouring. The Internet Journal of Toxicology. Vol 2 no 2.
China: Queers Network Research.
Syah et al. 2005. Manfaat dan Bahaya
Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
P. Cahanar, Irwan Suhanda 2006.
Makan sehat hidup sehat. Jakarta: Buku Kompas
Cahyadi W. 2008. Bahan Tambahan
Makanan. Edisi kedua. Jakarta: Bumi Aksara
Tranggono, 1990. Bahan Tambahan
Pangan (Food Additives). PAU Pangandan Gizi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta