Jumat, 24 Januari 2014

analisis pewarna sintetis pada bahan makanan (pengawasan mutu pangan)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang

Dalam persaingan untuk mendapatkan konsumen, tentunya sebuah produk minuman harus mempunyai daya tarik tersendiri. Daya tarik tersebut ada yang memang asli, namun ada juga yang sengaja diberi tambahan agar terlihat lebih menarik.Salah satunya dengan penambahan zat pewarna. Penambahan zat pewarna bertujuan untuk memperbaiki kenampakan minuman, memperoleh warna yang seragam dan menarik selera konsumen. Pewarna telah lama digunakan pada bahan makanan dan minuman untuk memperbaiki tampilan produk pangan. Pada mulanya zat warna yang digunakanan adalah zat warna alami dari tumbuhan dan hewan. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, penggunaan zat  warna alami semakin berkurang dalam industri pangan yang digantikan lebih banyak oleh zat warna sintetik. Hal ini disebabkan bahan-bahan pewarna sintetik lebih murah dan memberikan warna yang lebih stabil dibandingkan pewarna alami. Penggunaan pewarna sintetik untuk bahan pangan sebenarnya bukanlah hal yang dilarang. Namun demikian, ketika harga pewarna sintetik dianggap cukup mahal bagi produsen kecil, maka produsen beralih ke pewarna tekstil yang lebih murah dan lebih cerah warnanya (Hidayat dan Saati, 2006).
Bahan pewarna pada dasarnya ada dua jenis yaitu pewarna alami dan sintetis, zat pewarna alami contohnya Anato dan Klorofil. Sedangkan zat pewarna sintetis yang diizinkan penggunaannya contohnya Brilliant Blue dan Eritrosin. Dan zat pewarna yang dilarang penggunaanya contohnya Rhodamin B dan Metanil Yellow. Bahan pewarna sintetis mmpunyai banyak kelebihan yaitu beraneka ragam warna, keseragaman warna dan penyimpanannya lebih mudah dan tahan lama (Sudarsono, 1982).
Zat pewarna sintesis merupakan zat pewarna buatan manusia. Zat pewarna sintetis seharusnya telah melalui suatu pengujian secara intensif untuk menjamin keamanannya. Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah, lebih homogen dan memilliki variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Di samping itu penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan bila dihitung berdasarkan harga per unit dan efisiensi produksi akan jauh lebih murah bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Para konsumen pun hendaknya selalu mendapatkan informasi tentang komponen-komponen yang terkandung dalam zat pewarna sintetis tersebut (Lee 2005).
Berdasarkan latar belakang diatas maka dilakukan praktikum analisa zat pewarna sintetis pada minuman ringan yang beredar dipasaran, yang dilakukan di ruang laboratorium Pengawasan Mutu Pangan pada tanggal 06 Desember 2013.

1.2   Tujuan
a.       Agar mahasiswa mengetahui cara mengidentifikasi zat pewarna sintetis pada minuman ringan yang dijual dipasaran.
a)      Agar mahasiswa mengetahui zat pewarna sintetis yang ditambahkan dalam minuman ringan yang dijual dipasaran.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Pengertian Minuman Ringan
Minuman ringan termasuk dalam kategori pangan. Adapun pengertian panagn menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku tambahan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan pengolahan dan pembuatan makanan dan minuman.
Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan makanan baik alami maupun sintetis yang dikemas dalam kemasan yang siap untuk dikonsumsi. Minuman ringan diperoleh tanpa melalui proses fermentasi dengan atau tanpa pengenceran sebelum diminum tetapi tidak termasuk air, sari buah,susu,teh,kopi,cokelat dan minuman beralkohol.
Minuman ringan terdiri dari dua jenis yaitu : minuman ringan dengan karbonasi dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan dengan karbonasi adalah minuman yang dibuat dengan mengabsorpsi karbondioksida ke dalam air minum, sedangkan minuman ringan tanpa karbonasi adalah minuman selain minuman ringan dengan karbonasi. Fungsi minuman ringan yaitu sebagai minuman untuk melepas dahaga sedangkan dari segi harga, ternyata minuman ringan berkarbonasi relatif lebih mahal dibandingkan minuman non karbonasi. Hal ini disebabkan karena teknologi yang digunakan dalam proses kemasan lebih khas.
Industri minuman awalnya menghasilkan produk minuman penghilang rasa haus kemudian berkembang dan muncul berbagai konsep dan inovasi baru tentang minuman. Konsep awal minuman dimodifikasi bukan hanya sebagai penghilang rasa haus namun juga menawarkan fitur lainnya seperti penambah rasa dan warna, penambah kandungan minuman seperti vitamin, mineral dan sebagainya.
Minuman ringan memiliki komposisi dasar yaitu air sebanyak 90% dan selebihnya merupakan bahan tambahan seperti zat pewarna, zat pemanis, gas CO2 dan zat pengawet. Adapun rincian minuman ringan berkarbonasi secara umum dpaat diuraikan sebgai berikut:
a)      Air berkarbonasi merupakan kandungan terbesar didalam carbonated soft drink. Air yang digunakan harus mempunyai kualitas tinggi yaitu jernih, tidak berbau, tidak berwarna, bebas dari organisme yang hidup didalam air, alkalinitasnya kurang dari 50 ppm, total padatan terlarut kurnag dari 500 ppm dan kandungan logam besi dan mangan kurang dari 0,1 ppm. Sederet prose dilakuka untuk mendapatkan kualitas air yang diinginkan, anatara lain klorinasi, penambahan kapur, koagulasi, sedimentasi, filtrasi pasir, penyaringan dengan karbonaktif dan demineralisasi dengan ion exchanger. Karbondioksida yang digunakan juga harus murni dan tidak berbau. Air berkarbonasi harus dibuat denngan cara melewatkan es kering (dry ice) ke dalam air es.
b)      Bahan pemanis yang digunakan dalam minuman ringan terbagi menjadi dua kategori yaitu:
1.      Bahan pemanis natural (nutritive) yang terdiri dari gula pasir, gula cair, gula invert cair, sirup jagung dengna kadar fruktosa tinggi dan dekstrosa.
2.      Bahan pemanis sintetik (non nutritive) satu-satuna bahan pemanis sintetik yang direkomendasikan oleh FDA (Food And Drugs Administration Standard, Amerika Serikat) adalah sakarin.
c)      Zat asam (acidulants) biasanya dalam minuman ringan berkarbonasi dengan tujuan untuk memberikan rasa asam, memodifikasi manisnya gula dalam sirup atau minuman. Zat asam yang digunakan adalah asam sitrat, asam fosfat, asam malat, asam tartarat, asam fumarat dll.



d)     Pemberi aroma disiapkan oleh industri yang berkaitan dengan industri minuman dengan formula khusus, kadang-kadang telah ditambahn dengan asam dan pewarna dalam bentuk :
1.      Ekstrak alkoholik (menyaring bahan kering dengan larutan alkoholik) misalnya jahe, anggur, lemon lime dll.
2.      Larutan alkoholik (melarutkan bahan dengan larutan air-alkohol) mislalnya strawberry, cherry, cream soda.
3.      Emusi (mencampur essential oil dengan bahan pengemulsi) misalnya vegetable rum, citrus flavor, rootbeer dan cola.Fruit juice, misalnya orange, grapefruit, lemon, lime dan grape.
4.      Kafein, sebagai pemberi rasa pahit (bukan sebagai stimulant).Ekstrak biji kola.Sintetik flavor misalnya ethyl acetate, yang memberikan aroma grape.
e)      Zat pewarna untuk meningkatkan daya tarik minuman terdiri dari :
1.      zat pewarna natural, mislnya dari strawberry,cherry, grape.
2.      Zat pewarna semi sintetik misalnya caramel color.
3.      Zat pewarnas sintetik, hanya 5 zat pewarna dari 8 jenis pewarna yang diperkenankan oleh FDA digunakan sebagai pewarna dalam minuman ringan.
f)       Zat pengawet, misalnya asam sitrat untuk mencegah feermentasi dan sodium benzoat.

2.2    Pengertian Zat  Pewarna Makanan
Zat pewarna makanan adalah  zat warna yang dicampurkan kedalam  makanan. Menurut Permenkes RI  No.722/Menkes/Per/ix/1988, zat pewarna makanan adlah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
Menurut Winarno (1997),  yang  dimaksud dengan zat pewarna makanan adalah bahan tambaha makanan yang dapat  memperbaiki atau  memberi warna pada makanan. Penambahan warna pada makanan yang dimaksudkan untuk memperbaiki warna makanan yang berubah menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang bewarnaagar kelihatan lebih menarik.
Kualitas bahan makanan ditentukan antara lain oleh cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizi. Akan tetapi sebagian besar konsumen sebelum mempertimbangkan cita rasa dan nilai gizi akan lebih tertarik pada tampilan atau warna makanan serta pengolahan bahn makanan (Suprianto, 2006).
Ada hal-hal yang mungkin memberikan dampak negatif dalam penggunaan bahan pewarna sintetis apabila :
a.       Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil namun berulang.
b.      Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu yang lama.
c.       Kelompok masyarakat yang luas dengan daya tahan yang berbeda-beda yaitu tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu makanan sehari-hari dan keadaan fisik.
d.      Beberapa masyarakat menggunakan bahan pewarna sintetis secara berlebihan.
e.       Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak memenuhi persyaratan.
2.3    Jenis Zat Pewarna Makanan
Bahan pewarna makanan  terbagi dalam dua kelompok besar yakni pewarna alami dan pewarna buatan. Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan. Akan tetapi seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan disamping itu harga zat pewarna untuk industry jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan.
a.      Pewarna Alami
Jenis-Jenis Pewarna Makanan Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, mempunyai atau  tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkansuatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Anonim, 1995).
Pewarna makanan merupakan salah satu jenis BTP yang dapat memperbaiki penampakan makanan. Penambahan BTP mempunyai beberapa tujuan, di antaranya adalah memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan (Cahanardan Suhanda, 2006).
Pewarna dibedakan menjadi dua, yaitu pewarna alami dan sintetik.  Bahan pewarna alami adalah bahan pewarna dari sumber nabati, hewani,  atau mineral. Pewarna ini lebih aman diguna kan untuk mewarnai bahan  pangan (Nurjanah, 1992).
Adapun jenis-jenis senyawa zat warna alam yang terkandung dalam tumbuhan  antara lain klorofil (hijau)  pada daun;  7 karoten (kuning oranye) pada umbi dan daun; likopene (merah) pada  bunga dan buah; flavon (kuning) pada bunga, akar dan kayu;  dan  antosianin (kuning kemerahan, merah  lembayung) pada buah dan bunga (Tranggono, 1990).
Menurut Nurjanah (1992),  bila dibandingkan dengan pewarna  sintetis, bahan pewarna alami mem punyai kelemahan- kelemahan yaitu:
·      Memberikan aroma dan rasa khas yang tidak diinginkan
·      Konsentrasi pigmen rendah
·      Stabilitas pigmen rendah
·      Keseragaman warna yang kurang baik
·      Spektrum warna tidak seluas seperti pada pewarna sintetis

b.      Pewarna Buatan
Pewarna buatan untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi. Beberapa contoh pewarna buatan yaitu :
·      Warna kuning : tartrazin, sunset yellow
·      Warna merah : allura, eritrosin, amaranth.
·      Warna biru : biru berlian
Pewarna tambahan alami ataupun sintetis telah digunakan secara luas pada makanan, kosmetik dan obat-obatan (Hallagan et all, 1995). Menurut EFSA (2005), banyak negara Uni Eropa memberikan notifikasi tentang keberadaan pewarna-pewarna illegal yang diketahui memiliki sifat karsinogenik dan genotoksik seperti Sudan I, Sudan II, Sudan III, Sudan IV, Para Red, Rhodamin B, and Orange II pada beberapa bahan makanan.
Tabel : Pembagian pewarna sintetis berdasarkan kemudahannya larut dalam air.


No

Pewarna Sintetis

Warna

Mudah larut di air


1

Rhodamin B

Merah

Tidak


2

Methanil Yellow

Kuning

Tidak


3

Malachite Green

Hijau

Tidak


4

Sunset Yelow

Kuning

Ya


5

Tatrazine

Kuning

Ya


6

Brilliant Blue

Biru

Ya


7

Carmoisine

Merah

Ya


8

Erythrosine

Merah

Ya


9

Fast Red E

Merah

Ya


10

Amaranth

Merah

Ya


11

Indigo Carmine

Biru

Ya


12

Ponceau 4R

Merah

Ya


Berikut ini beberapa alasan utama menambahkan zat pewarna pada makanan menurut Syah et al. 2005 :
a.       Untuk memberi kesan menarik bagi konsumen.
b.      Menyeragamkan warna makanan dan membuat identitas produk pangan.
c.       Untuk menstabilkan warna atau untuk memperbaiki variasi alami warna. Dalam hal ini penambahan warna bertujuan untuk untuk menutupi kualitas yang rendah dari suatu produk sebenarnya tidak dapat diterima apalagi bila menggunakan zat pewarna yang berbahaya.
d.      Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara atau temperatur yang ekstrim akibat proses pengolahan dan selama penyimpanan.
e.       Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar matahari selama produk disimpan.
2.4    Macam - Macam Pewarna Makanan Yang Berbahaya
a.      Tartrazine (E102 atau Yellow 5)
Tartrazine adalah pewarna kuning yang banyak digunakan dalam makanan dan obat-obatan. Selain berpotensi meningkatkan hiperaktivitas anak, pada sekitar 1- 10 dari sepuluh ribu orang , tartrazine menimbulkan efek samping langsung seperti urtikaria (ruam kulit), rinitis (hidung meler), asma, purpura (kulit lebam) dan anafilaksis sistemik (shock). Intoleransi ini tampaknya lebih umum pada penderita asma atau orang yang sensitif terhadap aspirin.
b.      Sunset Yellow (E110, Orange Yellow S atau Yellow 6)
Sunset Yellow adalah pewarna yang dapat ditemukan dalam makanan seperti jus jeruk, es krim, ikan kalengan, keju, jeli, minuman soda dan banyak obat-obatan. Untuk sekelompok kecil individu, konsumsi pewarna aditif ini dapat menimbulkan urtikaria, rinitis, alergi, hiperaktivitas, sakit perut, mual, dan muntah.
Dalam beberapa penelitian ilmiah, zat ini telah dihubungkan dengan peningkatan kejadian tumor pada hewan dan kerusakan kromosom, namun kadar konsumsi zat ini dalam studi tersebut jauh lebih tinggi dari yang dikonsumsi manusia. Kajian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak menemukan bukti insiden tumor meningkat baik dalam jangka pendek dan jangka panjang karena konsumsi Sunset Yellow.
c.       Ponceau 4R (E124 atau SX Purple)
Ponceau 4R adalah pewarna merah hati yang digunakan dalam berbagai produk, termasuk selai, kue, agar-agar dan minuman ringan. Selain berpotensi memicu hiperaktivitas pada anak, Ponceau 4R dianggap karsinogenik (penyebab kanker) di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, Norwegia, dan Finlandia. US Food and Drug Administration (FDA) sejak tahun 2000 telah menyita permen dan makanan buatan Cina yang mengandung Ponceau 4R. Pewarna aditif ini juga dapat meningkatkan serapan aluminium sehingga melebihi batas toleransi.
d.      Allura Red (E129)
Allura Red adalah pewarna sinetis merah jingga yang banyak digunakan pada permen dan minuman. Allura Red sudah dilarang di banyak negara lain, termasuk Belgia, Perancis, Jerman, Swedia, Austria dan Norwegia.
Sebuah studi menunjukkan bahwa reaksi hipersensitivitas terjadi pada 15% orang yang mengkonsumsi Allura Red. Dalam studi itu, 52 peserta yang telah menderita gatal-gatal atau ruam kulit selama empat minggu atau lebih diikutkan dalam program diet yang sama sekali tidak mengandung Allura Red dan makanan lain yang diketahui dapat menyebabkan ruam atau gatal-gatal. Setelah tiga minggu tidak ada gejala, para peserta kembali diberi makanan yang mengandung Allura Red dan dimonitor. Dari pengujian itu, 15% kembali menunjukkan gejala ruam atau gatal-gatal.
e.       Quinoline Yellow (E104)
Pewarna makanan kuning ini digunakan dalam produk seperti es krim dan minuman energi. Zat ini sudah dilarang di banyak negara termasuk Australia, Amerika, Jepang dan Norwegia karena dianggap meningkatkan risiko hiperaktivitas dan serangan asma.
f.       Karmoisin
Karmoisin atau dikenal juga dengan azorubine merupakan pewarna azo dengan rumus kimia C 20H12N2Na2O7S2.  Senyawa ini memiliki berat molekul 502.44 g/mol dengan nama kimia disodium 4-hydroxy-3-(4-sulphonato-1-naphthylazo) naphthalene-1-sulphonate (EFSA 2009).
Karmoisin bersifat larut air dan sedikit larut pada etanol. Senyawa ini biasanya berbentuk bubuk garam disodium dengan warna merah hingga maroon. Karmoisin umum digunakan pada makanan yang mengalami proses pemanasan setelah difermentasi. (Amin et al. 2010).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan efek negatif dari karmoisin. Studi yang dilakukan menyimpulkan bahwa pewarna makanan seperti tartrazin dan karmoisin dapat memberikan pengaruh negatif dan mengubah beberapa penanda biokimia pada organ-organ penting seperti hati dan ginjal, baik pada dosis tinggi ataupun rendah. Lebih jauh lagi, tartrazin dan karmoisin juga memberikan efek yang lebih beresiko pada dosis yang lebih tinggi karena dapat menginduksi stress oksidatif melalui pembentukan radikal bebas. (Amin et al. 2010).
g.      Rhodamin B
Rhodamin B (C28H31ClN2O3) adalah zat warna sintetis berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau dan berwarna merah terang berfluorensi dalam larutan.  Rhodamin B memiliki nama kimia [9-(2-carboxyphenyl)-6-diethylamino-3-xanthenylidene]-diethylammonium chloride dengan berat molekul 479.02 g/mol. Rhodamin B semula digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai keperluan seperti sebagai pewarna kertas dan  tekstil. Rhodamin B juga digunakan secara luas pada aplikasi bioteknologi seperti fluorescence microscopy, flow cytometry, fluorescence correlation spectroscopy dan ELISA. Menurut Inchem (2006) nilai LD50 rhodamin B adalah 89.5 mg/kg berat badan.
Rhodamin B seringkali disalahgunakan untuk pewarna pangan dan kosmetik. Sebagai contoh, rhodamin B ditemukan pada makanan dan minuman seperti kerupuk, sambal botol dan sirup di Makassar pada saat BPOM Makassar melakukan pemeriksaan sejumlah sampel makanan dan minu man ringan (Anonimus 2006). Menurut Peraturan Menteri Perdagangan RI No.4 tahun 2006, rhodamin B termasuk dalam bahan pewarna sintetis yang dilarang penggunaannya.

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1    Alat
  1. Gelas Beker
  1. Gelas ukur
  1. Corong kaca
  1. Cawan petri
  1. Pipet tetes

  1. Tissue
  1. Hotplate
  1. Kaca Preparat
  1. Benang wol
  1. Kertas pH

3.2    Bahan
  1. Sampel minuman ringan 50 ml
  1. Akuades
  1. HCL 0,05 N
  1. HCL Pekat

  1. NaOH 10 %
  1. H2SO4 Pekat
  1. NH4OH 12%



3.3    Sifat Kimia dan Fisika
a.      HCL
Sifat fisika
Sifat kimia
Rumus molekul HCl dalam air (H2O)
Massa molar 36,46 g/mol (HCl)
Penampilan Cairan tak berwarna sampai dengan kuning pucat
Densitas 1,18 g/cm3 (variable)
Titik lebur −27,32 °C (247 K) larutan 38%
Titik didih  110 °C (383 K), larutan 20,2%;
48 °C (321 K), larutan 38%.
Kelarutan dalam air Tercampur penuh
Keasaman (pKa) −8,0
Viskositas 1,9 mPa·s pada 25 °C, larutan 31,5





b.      NaOH
Sifat fisika
Sifat kimia
Rumus molekul : NaOH
Densitas dan fase : 2.100 g cm−3, cairan
Titik lebur : 318 °C
Titik didih : 1390 °C
Penampilan : Cairan higroskopis tak berwarna.
NaOH sangat mudah menyerap gas CO2
Senyawa ini sangat mudah larut dalam air
Merupakan larutan basa kuat
Sangat korosif terhadap jaringan Organik
Tidak berbau

c.       H2SO4
Sifat fisika
Sifat kimia
Rumus kimia : H2SO4
Bentuk : Cair pekat (30oC,1 atm)
Warna : Tidak berwarna
Berat molekul : 98,078 g/mol
Titik leleh : 10,31 oC
Titik didih (1 atm) : 336,85 oC
Densitas (20 oC) : 1,833 g/ml
Viskositas (25 oC) : 23,541 cp
Suhu kritis : 651,85 oC
Tekanan kritis : 64 Bar
Panas pembentukan (25 oC) : -460,2 kJ/mol
Panas pencampuran (25 oC) : 10,711 kJ/mol
Energi bebas pembentukan (25 oC) : 359,9 kJ/mol (Kirk Othmer, 1996)
Asam sulfat bereaksi dengan asam nitrat untuk membentuk ion nitrit atau nitronium (NO2+) yang sangat penting dalam suatu reaksi nitrasi. Dalam reaksi nitrasi, sifat asam sulfat ini .











3.4    Cara Kerja
a.       Asamkan 30-50 ml sampel minuman ringan dengan larutan HCL 0,05 N.
b.      Sediakan 40 cm benang wol, didihkan dalam air selama 30 menit. Benang kemudian diangkat dan dikeringkan.
c.       Masukan benang dalam sampel minuman yang sudah diasamkan. Didihkan selama 30 menit keluarkan benang cucu dan keringkan.
d.      Bagi benang menjadi 4 bagian, letakan diatas lempengan tetes (kaca preparat). Masing-masing potongan ditetesi dengan : NaOH 10 %, HCl pekat, NH4OH 12 %, dan H2SO4 pekat.
e.       Amati perubahan warna dan bandingkan dengan tabel rujukan.


Pewarna

HCL pekat

H2SO4 pekat

NaOH 10%

NH4OH 12 %


Rhodamin B

Orange

Kuning

Lebih biru

Lebih kebiruan


Amaranth

Lebih gelap

Ungu kecoklatan

Coklat keruh kemerahan

Sedikit berubah


Eritrosine

Orange-kuning

Orange-kuning

Tidak berubah

Tidak berubah


Tartrazine

Lebih gelap

Lebih gelap

Sedikit berubah

Sedikit berubah


Fast green FCF

Orange

Hijau-coklat

Biru

Biru


Aniline yellow

Violet-merah

Orange-kuning

Sedikit berubah

Tidak berubah


Orange G

Sedikit berubah

Orange

Coklat kusam-merah

Tidak berubah


Acid violet 6B

Kuning kecoklatan

Kuning kecoklatan gelap

Kuning

Lebih kebiruan


Azoflavine

Merah violet

Merah violet

Coklat kusam

Sedikit berubah


Acid yellow

Merah

Orange

Sedikit berubah

Sedikit berubah


Methyl violet

Kekuningan

Kekuningan

Decolorized

Almost decolorized


Tumeric

merah

Soklat kemerahan

Orange

orange


3.5  Diagram Alir



 


·      Asamkan 50 ml sampel dengan larutan HCl 0,05 N 1-2 tetes.
·      Sediakan 40 cm benang wol
·      Didihkan selama 30 menit
·      Angkat dan keringkan
·      Masukan benang wol dalam sampel minuman yang sudah diasamkan
·      Didihkan selama 30 menit
·      Angkat, cuci dan keringkani benang menjadi 4 bagian
·      Letakan diatas kaca preparat
·      Teteskan masing-masing potongan benang dengan reagen
·      Rounded Rectangle: HasilAmati perubahan warna








BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tabel Perlakuan
No
Perlakuan
Hasil
1
Pengambilan sampel minuman ringan sebanyak 50 ml yang dimasukan kedalam gelas beker kemudian diteteskan1-2 tetes larutan asam HCL 0,05 N sampai pH sampel berkisar antara 4-5
Sebelum diteteskan HCL 0,05 N pH sampel 3, setelah diteteskan 1-2 tetes larutan HCl 0,05 N pH sampel tetap 3.
2
Pemotongan benang wol sepanjang 40 cm dan dididihkan selama 30 menit pada air akuades, kemudian diangkat dan dikeringkan.
Benang kering dan tetap berwarna putih.
3
Messukan benang wol kedalam sampel minuman ringan yang sudah diasamkan, kemudian didihkan selama 30 menit, angkat, cuci, dan keringkan.
Benag wol berwarna pink kemerahan.
4
Pembagian benang menjadi 4 bagian dan  diletakan diatas kaca preparat, kemudian masing-masing potongan ditetesi dengan NaOH 10%, HCL pekat, NH4OH12%, H2SO4 pekat.
Sampel yang ditetesi NaOH 10% berwarna tetap/ tidak berubah.
Sampel yang ditetesi HCL pekat berwarna merah violet.
Sampel yang ditetesi NH4OH 12% berwarna tetap/ tidak berubah.
Sampel yang ditetesi H2SO4 pekat berwarna ungu kecoklatan.


4.2  Pembahasan
Pada praktikum ini kami ditugaskan untuk mengidentifikasi pewarna sintetis pada minuman ringan yang dijual bebas dipasaran menggunakan analisa subyektif, namun sampel yang dicari adalah minuman yang merknya kurang terkenal. Minuman yang kami identifikasi adalah “Iva Drink Segar” rasa strawberry. Pewarna yang diidentifikasi yaitu Rhodamin B, Amaranth, Eritrosine, Tartrazine, Fast green FCF, Aniline yellow, Orange G, Acid violet 6B, Azovlavine, Acid yellow, Methyl violet, dan Tumeric. Bahan yang diperlukan  untuk mengidentifikasi adalah aquadest, HCl 0,05N, HCl pekat, NaOH 10%, H2SO4 pekat, NH4OH 12 serta alat yang digunakan adalah benang wol putih karena benang wol sangat mudah menyerap kandungan zat pewarna saat pendidihan, gelas beker, gelas ukur, corong, cawan petri, pipet tetes, tissue, hotplate, lempeng tetes/kaca preparat dan kertas pH.
Penentuan mutu dan bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya; diamping itu ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum ada faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau member kesan menyimpang dari warna yang seharusnnya. Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan.
Sirup dengan warna yang mencolok dan indah, dikhawatirkan menggunakan zat pewarna tekstil dan pewarna kulit. Bila itu terjadi, sangat membahayakan kesehatan pemakainya, karena zat pewarna tekstil mengandung residu logam berat yang dapat merusak organ hati dan ginjal. Oleh sebab itu, sedapat mungkin hindari mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat warna sintetik. Untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan akibat penggunaan zat warna alami misalnya daun suji (pewarna hijau) atau zat sintetik yang dibeli di apotek/di toko tertentu yang telah disahkan oleh Depkes. RI. Untuk mengetahui kandungan pewarna makanan baik atau tidak dapat dilakukan pemeriksaan dengan metode Colorimetri dengan menggunakan Indikator kertas Lakmus.
Dari hasil praktikum yang kami lakukan zat pewarna yang terbaca dengan membandingkan benang wol yang telah direndam dan dididhkan pada sampel minuman ringan yang kemudian benang wol tersebut dipotong manjadi 4 bagian lalu ditetesi dengan reagen HCl pekat, NaOH 10 %, H2SO4 pekat, NH4OH 12 %, dengan tabel rujukan yang tersedia diketahui bahwa benang wol yang ditetesi dengan H2SO4 pekat warna benang yang awalnya berwarna merah muda / pink menjadi berwarna ungu kecoklatan yang artinya terdapat zat pewarna Amaranth, benang wol yang ditetesi dengan NaOH 10%, HCl pekat dan NH4OH 12 % warna benang yang awalnya berwarna merah muda / pink hanya sedikit berubah warnanya sehingga sulit untuk diidentifikasi apakah minuman ringan tersebut ada terdapat zat pewarna selain yang telah terbaca diatas. Sehingga perlu dilakukan analisis zat pewarna sintetis dengan menggunakan analisa objektif menggunakan alat “Kromatografi”.
Pada praktikum kali ini kami menggunakan metode colorimetri ini yang sifatnya subyektif. Akan tetapi pada analisis pewarna pada minuman ringan yang kami lakukan tidak dapat terbaca secara jelas karena konsentrasi zat pewarna yang digunakan pada sampel minuman ringan yang kami gunakan terlalu rendah. Jika ingin mengetahui/ mengidentifikasi zat pewarna pada minuman dengan konsentrasi rendah maka dapat menggunakan metode dengan menggunakan alat yaitu “Kromatografi”.





4.3  Hasil Praktikum
2013-12-06 09.11.28.jpg
Alat dan bahan yang digunakan
2013-12-06 11.07.12.jpg
Reagen yang digunakan untuk mengidentifikasi pewarna sintetis
Pengambilan sampel sebanyak 50 ml
2013-12-06 09.50.04.jpg
Pengasaman sampel minuman ringan dengan menggunakan larutan HCl 0,05N
2013-12-06 09.51.08.jpg

Pengukuran pH sampel
2013-12-06 09.27.27.jpg
Perebusan benang wol selama 30 menit. Angkat lalu keringkan
2013-12-06 10.18.33.jpg
Benang wol direbus dalam sampel minuman ringan selama 30 menit. Angkat, cuci lalu keringkan
2013-12-06 11.06.57.jpg
Warna benang wol yang telah direbus dengan sampel dan dicuci
2013-12-06 11.09.18.jpg
Penetesan benang wol dengan reagen HCl pekat, NaOH 10%, H2SO4 pekat dan NH4OH 12%
2013-12-06 11.12.28.jpg
Hasil setelah ditetesi reagen



BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
            Dari praktikum tentang mengidentifikasi pewarna sintetis pada minuman ringan ini kami dapat memahami prosedur dan cara kerja atau langkah-langkah dalam melakukan uji colorimetri (subjektif), dengan persiapan alat yaitu gelas beker, gelas ukur, corong, cawan petri, pipet tetes, hotplate, lempeng tetes/kaca preparat, benang wol, kertas pH dan tissue serta bahan yaitu sampel minuman yang hendak diteliti, aquadest, HCl 0,05N, HCl pekat, NaOH 10%, H2SO4 pekat dan NH4OH 12%. Prosedur kerja dari uji colorimetri ini yaitu dimulai dengan mengambil sekitar 50 ml sampel, lalu diasamkan menggunakan larutan HCl 0,05N kemudian ukur pHnya hingga mencapai pH 3-4. Memotong sepanjang 40 cm benang wol yang kemudian direbus selama 30 menit lalu diangkat dan dikeringkan, setelah itu barulah benang wol direbus bersama dengan sampel minuman yang sudah diasamkan selama 30 menit. Setelah 30 menit benang wol direbus bersama dengan sampel minuman yang telah diasamkan, benang wol diangkat lalu dikeringkan. Kemudian potong benang tersebut menjadi empat bagian lalu letakkan diatas lempeng tetes atau kaca preparat, setelah itu tetesi tiap-tiap benang wol dengan reagen uji. Amati perubahan warna yang terjadi lalu bandingkan dengan tabel rujukan yang telah ada. Namun karena uji yang dilakukan adalah uji yang bersifat subjektif maka pewarna pada minuman sulit untuk diidentifikasi secara spesifik (hanya dapat memperkirakan) zat pewarna yang ditambahkan pada minuman tersebut. Jika hendak mengetahui zat pewarna secara spesifik maka kita harus melakukan uji kromatografi, namun karena keterbatasan alat sehingga kita tidak dapat melakukan uji kromatografi tersebut.
5.2 Saran
1.      Dalam praktikum diharapkan lebih berhati-hati agar tidak terjadi kecelakaan karena bahan (reagen) yang digunakan merupakan bahan kimia dan juga agar tidak terjadi galat saat melakukan prosedur uji.
Daftar Pustaka
Hidayat, N., dan E. A. Saati, 2006, Membuat Pewarna Alami, Cetakan Pertama, Penerbit Trubus Agrisarana, Surabaya.
Lee TA, Sci BH, Counsel. 2005. The food from hell: food colouring. The Internet Journal of Toxicology. Vol 2 no 2. China: Queers Network Research.
Syah et al. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
P. Cahanar, Irwan Suhanda 2006. Makan sehat hidup sehat. Jakarta: Buku Kompas
Cahyadi W. 2008. Bahan Tambahan Makanan. Edisi kedua. Jakarta: Bumi Aksara
Tranggono, 1990. Bahan Tambahan Pangan (Food Additives). PAU Pangandan Gizi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta