Minggu, 27 Januari 2013

kadar kreatinin urine




 

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relatif konstan dalam plasma dari hari ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal. (Corwin J.E, 2001).
Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relatif konstan dalam plasma dari hari ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal. (Corwin J.E, 2001).
Pemeriksaan kreatinin darah dengan kreatinin urin bisa digunakan untuk menilai kemampuan laju filtrasi glomerolus, yaitu dengan melakukan tes kreatinin klirens. Selain itu tinggi rendahnya kadar kreatinin darah juga memberi gambaran tentang berat ringannya gangguan fungsi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada gangguan fungsi ginjal yang berat yaitu jika kadar kreatinin lebih dari 7 mg / dl serum. Namun dianjurkan bahwa sebaiknya hemodialisis dilakukan sedini mungkin untuk memghambat progresifitas penyakit.

1.2  Tujuan Percobaan
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan penentuan kadar kreatinin urin menggunakan spektrofotometer.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Kreatinin
Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relatif konstan dalam plasma dari hari ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal. (Corwin J.E, 2001). Peningkatan dua kali lipat kadar kreatinin serum mengindikasikan adanya penurunan fungsi ginjal sebesar 50 %, demikian juga peningkatan kadar kreatinin tiga kali lipat mengisyaratkan penurunan fungsi ginjal sebesar 75 %. ( Soeparman dkk, 2001 )
            2.1.1    Metabolisme Kreatinin
Kreatinin adalah anhidrida dari kreatin, ia dibentuk sebagian besar dalam otot dengan pembuangan air dari kreatinfosfat secara tak reversibel dan non enzimatik. Kreatinin bebas terdapat dalam darah dan urin. Pembentukan kreatinin rupanya adalah langkah permulaan yang diperlukan untuk ekskresi sebagian besar kreatinin. (Harper, 1997)
            2.1.2    Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Kreatinin
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin dalam darah, diantaranya adalah :
a.         Perubahan massa otot.
b.        Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam setelah makan.
c.         Aktifitas fisik yang berkebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin darah.
d.        Obat obatan seperti sefalosporin, aldacton, aspirin dan co-trimexazole dapat mengganggu sekresi kreatinin sehingga meninggikan kadar kreatinin darah.
e.         Kenaikan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin internal.
f.         Usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi daripada orang muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih tinggi daripada wanita.( Sukandar E, 1997 ).
            2.1.3    Fisiologi Kreatinin Cara Deproteinasi
Cara ini adalah dengan penambahan TCA 1,2 N pada serum sebelum dilakukan pengukuran, setelah diputar dengan kecepatan tinggi antara 5-10 menit maka protein dan senyawa-senyawa lain akan mengendap dan filtratnya digunakan untuk pemeriksaan. Tes linier sampai dengan konsentrasinya 10 mg /dl serum dan 300 mg / dl urin. Cara deproteinasi ini banyak memerlukan sampel dan waktu yang di perlukan lama sekitar 30 menit.( Underwood, 1997)
2.1.4    Faktor Kelemahan Kreatinin Cara Deproteinasi
Ada beberapa faktor kelemahan kreatinin cara deproteinasi :
a.         Trichlor acetic acid ( TCA ) terlalu pekat.
b.        Konsentrasi TCA salah ( apabila menggunakan TCA 3 N, tidak terdapat perubahan warna ).
c.         Waktu inkubasi tidak diperhatikan ( 20 menit ).
d.        Kekeruhan dalam supernatan setelah deproteinasi ( waktu deproteinasi endapan diaduk beberapa kali / sebelum centrifuge didiamkan untuk beberapa menit ).
e.         Sampel yang diperlukan telalu banyak dan waktu terlalu lama. TCA pada suhu kamar mudah terurai maka penyimpanannya di almari es ( ± 2 - 8° C ). (Sylvia, 1994)
            2.1.5    Faktor Keuntungan Kreatinin Cara Deproteinasi
Ada beberapa faktor keuntungan kreatinin cara deproteinasi : Kandungan nitrogen dalam sampel seperti protein, ureum, dll sudah terikat dengan TCA sehingga supernatan terbebas dari bahan-bahan nitogen. (Sylvia, 1994)

            2.1.6    Fisiologi Kreatinin Cara Tanpa Deproteinasi
Cara ini adalah fixed time kinetik, yaitu pengukuran kreatinin dalam suasana alkalis dan konsentrasi ditentukan dengan ketepatan waktu pembacaan. Tes linier sampai dengan konsentrasi 13 mg / dl serum dan 500 mg per / dl urin. Cara tanpa deproteinasi ini hanya memerlukan sedikit sampel dan waktu yang diperlukan cukup singkat sekitar 2 menit. ( Underwood, 1997)
Faktor Kelemahan Kreatinin Cara Tanpa Deproteinasi
Ada beberapa faktor kelemahan kreatinin cara tanpa deproteinasi :
a.         Pencampuran reagen kerja tidak dengan perbandingan 1 : 1 yang mengakibatkan hasil tinggi palsu.
b.        Adanya gangguan terhadap bilirubin, ureum, protein yang mengakibatkan hasil tinggi palsu. (Sylvia, 1994)
Faktor Keuntungan Kreatinin Cara Tanpa Deproteinasi
            Ada beberapa faktor keuntungan kreatinin cara tanpa deproteinasi :
a.         Waktu yang diperlukan cukup singkat ( 2 menit ).
b.        Sampel yang diperlukan hanya sedikit ( 100 ul ). ( Underwood, 1997)
2.2       Fungsi Ginjal
            Ginjal mempunyai berbagai fungsi antara lain :
a.         Pengeluaran zat sisa organik, seperti urea, asam urat, kreatinin dan produk penguraian hemoglobin dan hormon.
b.        Pengaturan konsentrasi ion ion penting antara lain ion natrium, kalium, kalsium, magnesium, sulfat dan fosfat.
c.         Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh.
d.        Pengaturan produksi sel darah merah dalam tubuh.
e.         Pengaturan tekanan darah.
f.         Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam amino darah.
g.        Pengeluaran zat beracun dari zat tambahan makanan, obat obatan atau zat kimia asing lain dari tubuh. (Harper, 1997)

  2.2.1    Mekanisme Filtrasi Ginjal
Glomerolus adalah bagian kecil dari ginjal yang melalui fungsi sebagai saringan yang setiap menit kira-kira 1 liter darah yang mengandung 500 ml plasma, mengalir melalui semua glomeruli dan sekitar 100 ml ( 10 % ) dan disaring keluar. Plasma yang berisi semua garam, glukosa dan benda halus lainnya disaring dan tetap tinggal dalam aliran darah. ( Guyton CA, 1997)
Cairan yang disaring yaitu filtrasi glomerolus, kemudian mengalir melalui tubula renalis dan sel-selnya menyerap semua bahan yang diperlukan tubuh dan meninggalkan yang tidak diperlukan. Keadaan normal semua glukosa diabsorpsi kembali, kebanyakan produk sisa buangan dikeluarkan melalui urine, diantaranya kreatinin dan ureum. Kreatinin sama sekali tidak direabsorpsi di dalam tubulus, akan tetapi sejumlah kecil kreatinin benar-benar disekresikan ke dalam tubulus oleh tubulus proksimalis sehingga jumlah total kreatinin meningkat kira-kira 20 %. ( Guyton CA, 1997)
Jumlah filtrasi glomerolus yang dibentuk setiap menit pada orang normal rata-rata 125 ml per menit, tetapi dalam berbagai keadaan fungsional ginjal normal dapat berubah dari beberapa mililiter sampai 200 ml per menit, jumlah total filtrat glomerolus yang terbentuk setiap hari rata-rata sekitar 180 liter, atau lebih dari pada dua kali berat badan total, 90 persen filtrat tersebut biasanya direabsorpsi di dalam tubulus, sisanya keluar sebagai urin. ( Evelyn C, 1999).
2.3       Manfaat Pemeriksaan Kreatinin
Pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menilai fungsi ginjal, karena konsentrasi dalam plasma dan ekskresinya di urin dalam 24 jam relatif konstan. Kadar kreatinin darah yang lebih besar dari normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal. Nilai kreatinin normal pada metode jaffe reaction adalah laki-laki 0,8 sampai 1,2 mg / dl; wanita 0,6 sampai 1,1 mg / dl. ( Sodeman, 1995 )
Pemeriksaan kreatinin darah dengan kreatinin urin bisa digunakan untuk menilai kemampuan laju filtrasi glomerolus, yaitu dengan melakukan tes kreatinin klirens. Selain itu tinggi rendahnya kadar kreatinin darah juga memberi gambaran tentang berat ringannya gangguan fungsi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada gangguan fungsi ginjal yang berat yaitu jika kadar kreatinin lebih dari 7 mg / dl serum. Namun dianjurkan bahwa sebaiknya hemodialisis dilakukan sedini mungkin untuk memghambat progresifitas penyakit. ( Sodeman, 1995 )
2.4       Metode Pemeriksaan
Beberapa metode yang sering dipakai untuk pemeriksaan kreatinin darah adalah :
a.         Jaffe reaction
Dasar dari metode ini adalah kreatinin dalam suasana alkalis dengan asam pikrat membentuk senyawa kuning jingga. Menggunakan alat photometer.
b.        Kinetik
Dasar metode ini relatif sama hanya dalam pengukuran dibutuhkan sekali pembacaan. Alat yang digunakan autoanalyzer.
c.         Enzimatik Darah
Dasar metode ini adalah adanya substrat dalam sampel bereaksi dengan enzim membentuk senyawa substrat menggunakan alat photometer.
Dari ketiga metode di atas, yang banyak dipakai adalah “ Jaffe Reaction ”, dimana metode ini bisa menggunakan serum atau plasma yang telah dideproteinasi dan tanpa deproteinasi. Kedua cara tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan, salah satunya adalah untuk deproteinasi cukup banyak memakan waktu yaitu sekitar 30 menit, sedangkan tanpa deproteinasi hanya memerlukan waktu yang relatif singkat yaitu antara 2-3 menit. ( Underwood, 1997)
2.5       Faktor Yang Mempengaruhi Pemeriksaan Kreatinin
Senyawa-senyawa yang dapat mengganggu pemeriksaan kadar kreatinin darah hingga menyebabkan overestimasi nilai kreatinin sampai 20 persen adalah : Aseton, Asam askorbat, Bilirubin, Asam urat, Asam aceto acetat, Piruvat, Barbiturat, sefalosporin, metildopa. Senyawa-senyawa tersebut dapat member reaksi terhadap reagen kreatinin dengan membentuk warna yang serupa kreatinin sehingga dapat menyebabkan kadar kreatinin tinggi palsu. Akurasi atau tidaknya hasil pemeriksaan kadar kreatinin darah juga sangat tergantung dari ketepatan perlakuan pada pengambilan sampel, ketepatan reagen, ketepatan waktu dan suhu inkubasi, pencatatan hasil pemeriksaan dan pelaporan hasil. ( Sodeman, 1995 )











BAB III
METODE PENELITIAN

3.1  Alat dan Bahan (sifat fisika dan kimia)
a.       Alat     :
§  Spektrofotometer
§  Kuvet
§  Pipet tetes
§  Gelas kimia
§  Gelas ukur
b.      Bahan  :
-       Urin
Sifat fisika  :
-          Berupa cairan
-          Berwarna bening/orange pucat tanpa endapan
-          Mempunyaibau yang menyengat
Sifat kimia  :
-            Bersifat asam pH rata-rata 6
-            Komposisi urine adalah 96% air, Natrium, PigmenEmpedu,, 1,5% garam, Kalium, Toksin, 2,5% urea, kalsium, Bikarbonat, Kreatinin N, Magnesium, Kreatini, Khlorida, Asamurat N, Sulfatanorganik, Asamurat, Fosfatanorganik, Amino N, Sulfat, Amonia N danHormon
(Armstrong, 1998)
-       Pikrat
-          NaOH 10%
                        Sifat fisika
-             Penampilan zat padat putih
-             Rumus molekul NaOH
-             Massa molar 39,9971 g/mol
-             Densitas 2,1 g/cm³, padat
-             Titik leleh  318 °C (591 K)                            
-             Titik didih  1390 °C (1663 K)
-             Kelarutan dalam air 111 g/100 ml (20 °C)
-             Kebasaan (pKb) -2,43
                        Sifat kimia                 
-             NaOH sangat mudah menyerap gas CO2
-             Senyawa ini sangat mudah larut dalam air
-             Merupakan larutan basa kuat
-             Sangat korosif terhadap jaringan Organik
-             Tidak Berbau
                  (mulyono, 2008)
-          Asam pikrat 1%
Sifat fisika       :
-             Berbentuk kristal
-             Warna kuning
Sifat kimia       :
-             Bersifat toksik/racun
-             Bersifat eksplosive
-       Akuadest
Sifat fisika :
-          Berat molekul : 18.0153 gr/mol
-          Titik leleh : 00C
-          Titik didih : 1000C
-          Berat jenis : 0.998 gr/cm3
-          Berupa cairan yang tidak berwarna dan tidak berbau.
-          Memiliki gaya adhesi yang kuat.
Sifat kimia :
-          Memiliki keelektronegatifan yang lebih kuat daripada hidrogen.
-          Merupakan senyawa yang polar.
-          Memiliki ikatan van der waals dan ikatan hidrogen.
-          Dapat membentuk azeotrop dengan pelarut lainnya.
-          Dapat dipisahkan dengan elektrolisis menjadi oksigen dan hidrogen.
-          Dibentuk sebagai hasil samping dari pembakaran senyawa yang mengandung hidrogen.
(Mulyono,2009)

3.2  Prosedur Percobaan (Diagram Alir)

Kuvet
-          Ambil 8 kuvet, pada kuvet 1 berisi blanko kuvet 2 berisi WS1 kuvet 3 berisi WS2 kuvet 4 berisi WS3 kuvet 5 berisi WS4 kuvet 6 berisi WS5 kuvet 7 berisi SP1 dan kuvet 8 berisi SP2.
-          Masukan setiap kuvet secara bergantian ke dalam spektrofotometer yang panjang gelombangnya sudah diatur sepanjang 370 nM.
-          Catat absorbansi yang dihasilkan. Ulangi 3 kali untuk kuvet yang berisi sampel.
Absorbansi

keterangan       :
-          Blanko berisi 5 ml asam pikrat dan 10 ml akuadest
-          WS1 berisi 5 ml asam pikrat dan 9 ml akuadest
-          WS2 berisi 5 ml asam pikrat dan 8 ml akuadest
-          WS3 berisi 5 ml asam pikrat dan 7 ml akuadest
-          WS4 berisi 5 ml asam pikrat dan 6 ml akuadest
-          WS5 berisi 5 ml asam pikrat dan 5 ml akuadest
-          SP1 berisi 2 ml urine yang sudah diencerkan 5 ml asam pikrat dan 8 ml akuadest
-          SP2 berisi 2 ml urine yang sudah diencerkan 5 ml asam pikrat dan 8 ml akuadest



3.3  Fungsi Bahan
a.       Urin
Sampel yang diuji kadar kreatinin
b.      Pikrat
Reagen dalam pengujian
c.       Akuadest
Pelarut







BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Data Pengamatan

Blanko
WS1
WS2
WS3
WS4
WS5
SP1
SP2
Sampel






2
2
WS

1
2
3
4
5


Asam pikrat
5
5
5
5
5
5
5
5
Aquades
10
9
8
7
6
5
8
8
Absorbansi
0,095
0,103
0,100
0,102
0,110
0,110
0,140
0,130

0,140
0,129

0,141
0,129




4.3  Pembahasan
Pada praktikum kali ini kita melakukan uji terhadap kadar kreatinin urine. Kreatinin adalah produk sampingan dari hasil pemecahan fosfokreatin (kreatin) di otot yang dibuang melalui ginjal. Pada pria, normalnya 0,6 – 1,2 mg/dl. Di atas rentang itu salah satunya mengindikasikan adanya gangguan fungsi ginjal. Batas normal ureum : 20 – 40 mg/dl dan batas normal kreatinin : 0,5 – 1,5 mg/dl.
Pada saat praktik kita menggunakan bahan yaitu asam pikrat 1% + NaOH 10%, akuadest, dan urine. Dengan menggunakan alat spektrophotometer dalam menentukan panjang gelombang sampel, sehingga diperolehlah data yaitu blanko = 0,095nM; WS1 = 0,103; WS2 = 0,100; WS3 = 0,102; WS4 = 0,110; WS5 = 0,110; SP1 = 0,140; 0,140; 0,141; SP2 = 0,130; 0,129, 0,129. Setelah mendapatkan data tersebut masukan data tersebut kedalam kurva sehingga di dapat y = 0,027x + 0,084 dan R² = 0,772. R2 yang dapat dipakai minimal adalah 0,9 – 1. Dan dari hasil perhitungan di dapatlah kadar kreatinin urinenya yaitu 1,87 mg/100 ml.
















BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil praktikum ini didapatlah kadar kreatinin urine yaitu sebesar 1,87 mg/100 ml. 

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Suku Patafisiologi (hands book of pathophysiologi)           Jakarta: EGC.
C. Pearce, Evelyn. 2002. Anatomi Fisiologi untuk Paramedis, Jakarta: Gramedia.
Guyton, Arthur C. & John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9,             Editor: Irawati Setiawan.  Jakarta :EGC.
Harper, H. A., V. W. Rodwell, and P. A. Mayes. 1979. Biokimia (Review of          physiological chemistry). Alih bahasa: M. Muliawan. Lange Medical            Publications. Los Altos, California.
Sodeman, W.A dan Sodeman T.M. (1995). Sodeman Patofisiologi. Edisi 7. Jilid II.            Penerjemah: Andry Hartono. Jakarta: Hipokrates.
Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Sukandar E. 1997. Tinjauan Umum Nefropati Diabetik in Nefropati Klinik. Edisi ke-          2. Bandung : Penerbit ITB.
Sylvia & Lorraine. 1994. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku      Kedokteran, EGC.
Underwood. 1997. Patologi Umum & Sistematik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.